Anies Baswedan

Anies Baswedan Soroti Arah Kebijakan Ekonomi Era Prabowo Gibran

Anies Baswedan Soroti Arah Kebijakan Ekonomi Era Prabowo Gibran
Anies Baswedan Soroti Arah Kebijakan Ekonomi Era Prabowo Gibran

JAKARTA - Memasuki satu tahun masa pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, berbagai pihak mulai menyoroti capaian dan arah kebijakan yang dijalankan. 

Wakil Ketua Umum Bidang Politik, Hukum, dan HAM Ormas Gerakan Rakyat, Yusuf Lakaseng, menilai bahwa periode ini masih merupakan tahap awal dari proses pembentukan pondasi pemerintahan.

Menurut Yusuf, waktu satu tahun belum cukup untuk mengukur hasil nyata dari program-program yang telah dicanangkan. Ia menilai bahwa masih diperlukan waktu dan konsistensi agar target besar yang dijanjikan pemerintah, seperti penciptaan 19 juta lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi 8 persen, dapat benar-benar terealisasi.

“Masih terlalu dini memberi nilai atas kinerja Prabowo-Gibran. Masih diperlukan waktu untuk membuktikan bahwa program-program mereka membawa hasil,” ujarnya. Pandangan ini menegaskan bahwa perjalanan menuju realisasi visi besar pemerintahan masih panjang dan memerlukan kerja sistematis lintas sektor.

Program Pro Rakyat dan Dampak yang Mengiringinya

Yusuf mengapresiasi beberapa langkah pemerintah yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat, terutama melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih. Kedua program tersebut dinilai memiliki potensi besar dalam membuka lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat di daerah.

Namun, ia juga menyoroti sejumlah dampak negatif yang muncul dari pelaksanaan program tersebut. Kasus ribuan murid yang mengalami keracunan akibat makanan program MBG menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan kualitas pelaksanaan.

Selain itu, pemotongan anggaran transfer keuangan daerah (TKD) yang dianggap terlalu besar menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Yusuf menilai kebijakan tersebut membuat daerah kehilangan kemampuan fiskal untuk membangun dan memperlebar kesenjangan antarwilayah.

Pemberantasan Korupsi dan Tantangan Reformasi Birokrasi

Dalam bidang pemberantasan korupsi, Yusuf mengakui adanya niat baik dari Presiden Prabowo untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. Namun, ia juga menilai masih terdapat anomali dalam pelaksanaannya karena pemerintahan saat ini masih didominasi oleh pejabat lama peninggalan era sebelumnya.

“Kami melihat ada anomali karena birokrasi masih diisi figur lama yang berkarat dengan feodalisme dan praktik koruptif,” tegasnya. Menurutnya, perubahan mendasar tidak akan terjadi apabila sistem birokrasi tidak diperbarui secara menyeluruh.

Ia bahkan menganalogikan situasi tersebut dengan pernyataan yang tajam, “Jika ingin membersihkan rumah, sebaiknya gunakanlah sapu yang bersih.” Ungkapan ini menggambarkan bahwa reformasi birokrasi hanya akan efektif jika dilakukan dengan komitmen dan integritas penuh dari semua pihak.

Swasembada Pangan dan Energi Jadi Fokus Strategis

Yusuf juga menyoroti langkah pemerintah di sektor pangan dan energi. Ia mengapresiasi optimisme Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang menargetkan swasembada beras dalam tiga bulan ke depan. Menurutnya, ambisi tersebut sangat positif, tetapi tetap harus diiringi dengan peningkatan kesejahteraan petani.

“Berdasarkan sensus tahun 2023, mayoritas petani di Indonesia, yaitu 17 juta lebih, adalah petani gurem dengan lahan di bawah 0,5 hektar,” jelasnya. Ia menekankan bahwa keberhasilan swasembada tidak hanya diukur dari capaian produksi, tetapi juga dari kesejahteraan mereka yang menggarap tanah.

Sementara itu, di bidang energi, Yusuf menilai pemerintah masih menghadapi tantangan besar. Produksi minyak nasional atau lifting masih berada di bawah 1 juta barel per hari, jauh dari kebutuhan konsumsi dalam negeri. Kondisi ini menunjukkan masih perlunya kebijakan terobosan untuk memperkuat kemandirian energi nasional.

Reshuffle Kabinet dan Dinamika Kebijakan Ekonomi Nasional

Dalam setahun terakhir, Presiden Prabowo tercatat telah melakukan empat kali reshuffle kabinet. Menurut Yusuf, perubahan tersebut menunjukkan gaya kepemimpinan yang dinamis dan responsif terhadap situasi politik serta kebutuhan kebijakan nasional.

Ia menyoroti kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Budi Sadewa yang mengucurkan dana sebesar Rp200 triliun dari rekening pemerintah di Bank Indonesia ke bank-bank Himbara untuk disalurkan sebagai kredit. “Langkah ini diharapkan mengalir ke sektor riil perekonomian,” ujarnya.

Namun, Yusuf mengingatkan bahwa realisasi di lapangan belum sepenuhnya efektif. Data menunjukkan likuiditas perbankan justru masih berlebih, dengan dana sekitar Rp653,4 triliun yang mengendap dan belum tersalurkan. 

Kondisi ini menandakan bahwa tantangan bukan hanya pada penyediaan dana, tetapi juga pada penyaluran kredit produktif yang tepat sasaran.

Tantangan ICOR dan Efisiensi Investasi Nasional

Di akhir pandangannya, Yusuf menyoroti tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia tahun 2025 yang mencapai 6,47. Angka ini jauh di atas rata-rata negara tetangga yang berkisar antara 4 hingga 5. Menurutnya, 

hal ini menunjukkan bahwa efisiensi investasi di Indonesia masih rendah dan perlu dibenahi secara menyeluruh.

ICOR yang tinggi mencerminkan bahwa setiap tambahan modal yang dikeluarkan belum mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang sepadan. Yusuf menilai hal ini disebabkan oleh birokrasi investasi yang masih rumit, lemahnya koordinasi antarinstansi, serta kurang optimalnya pemanfaatan teknologi.

Ke depan, pemerintah perlu memperbaiki sistem perencanaan dan implementasi proyek agar modal yang digelontorkan benar-benar memberi dampak pada produktivitas ekonomi nasional. Dengan perbaikan di bidang ini, diharapkan visi pembangunan Prabowo-Gibran dapat berjalan lebih efisien dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index