JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung transformasi energi nasional melalui hilirisasi batu bara.
Perusahaan menegaskan telah mencadangkan sekitar 800 juta ton batu bara dari total 2,9 miliar ton untuk kebutuhan program hilirisasi yang tengah dikembangkan. Langkah strategis ini menjadi bukti kesiapan PTBA dalam menyediakan pasokan energi berkelanjutan serta mendukung kemandirian industri dalam negeri.
Hilirisasi batu bara menjadi fokus utama perusahaan dalam beberapa tahun terakhir, dengan tujuan mengubah batu bara menjadi produk turunan bernilai tinggi seperti dimethyl ether (DME), gas alam sintetis, metanol, amonia, hingga grafit artifisial.
Berbagai inisiatif tersebut diharapkan mampu memperkuat daya saing industri energi Indonesia dan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar.
Menurut Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA, Turino Yulianto, pencadangan batu bara dalam jumlah besar ini memberikan kepastian bagi para investor bahwa pasokan energi untuk jangka panjang benar-benar terjamin.
Kepastian Pasokan Batu Bara bagi Investor
Turino Yulianto menjelaskan bahwa proyek hilirisasi memerlukan jaminan pasokan batu bara yang stabil dan cukup untuk operasional jangka panjang. Para investor, katanya, membutuhkan kepastian bahwa sumber daya yang digunakan dapat mendukung produksi hingga 20 tahun ke depan.
“Kalau satu pabrik butuh sekitar 5 juta ton per tahun, maka 100 juta ton dibutuhkan untuk operasional selama dua dekade,” ujarnya. Karena itu, PTBA telah “mengunci” cadangan sebesar 800 juta ton di wilayah Sumatra Selatan dan Riau sebagai jaminan kesinambungan proyek hilirisasi.
Turino juga menegaskan bahwa batu bara yang dicadangkan merupakan batu bara kelas menengah ke bawah, yang cocok digunakan untuk proses hilirisasi, terutama dalam pengembangan produk energi baru dan material kimia industri.
Kawasan Industri Bukit Asam sebagai Pusat Hilirisasi
Sebagai bagian dari upaya mempercepat transformasi energi, PTBA telah membangun kawasan industri pengolahan batu bara di Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE), Sumatra Selatan. Kawasan ini dirancang sebagai pusat riset, pengembangan, dan produksi berbagai produk turunan batu bara yang bernilai ekonomi tinggi.
Dalam kawasan tersebut, perusahaan tengah mengembangkan sedikitnya lima proyek strategis yang meliputi dimethyl ether, gas alam sintetis, metanol, amonia, grafit artifisial, serta senyawa humat. Sebagian proyek sudah memasuki tahap riset dan pengembangan (R&D), sementara lainnya masih dalam tahap validasi kelayakan komersial.
PTBA menilai bahwa pengembangan kawasan industri ini tidak hanya akan meningkatkan nilai tambah batu bara, tetapi juga membuka lapangan kerja baru serta memperkuat ekosistem industri berbasis energi di Indonesia.
Kelayakan Komersial Proyek Hilirisasi PTBA
Dalam beberapa tahun terakhir, PTBA juga telah melakukan validasi terhadap kelayakan komersial dari berbagai proyek hilirisasi yang sedang berjalan. Hasil validasi menunjukkan potensi ekonomi yang menjanjikan.
Proyek DME memiliki rasio kelayakan sebesar 4,3X, sementara gas alam sintetis 5,7X. Proyek metanol dan amonia masing-masing mencapai 4,7X dan 4,8X. Untuk proyek grafit artifisial dan lembaran anoda, nilainya jauh lebih tinggi, yakni 59,9X dan 41,4X. Bahkan, senyawa humat mencatatkan rasio 79,7X, yang menunjukkan potensi profitabilitas luar biasa di masa depan.
Data tersebut menjadi bukti bahwa hilirisasi batu bara bukan hanya proyek energi alternatif, tetapi juga memiliki nilai ekonomi besar bagi negara. PTBA berkomitmen untuk terus mengawal pengembangan seluruh proyek ini hingga mencapai skala komersial penuh.
Proyek Dimethyl Ether sebagai Substitusi LPG
Salah satu proyek unggulan PTBA adalah konversi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang dapat digunakan sebagai pengganti gas minyak cair (LPG). DME diharapkan mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG yang terus meningkat setiap tahun.
Namun, proyek ini menghadapi sejumlah tantangan, terutama dari sisi keekonomian dan kesiapan infrastruktur. PTBA perlu mengonversi jalur distribusi serta perangkat kompor rumah tangga agar kompatibel dengan bahan bakar DME. Jarak logistik yang mencapai 172 kilometer juga menuntut kesiapan jaringan distribusi yang matang.
Dalam mencari mitra investasi, PTBA telah menjajaki kerja sama dengan beberapa perusahaan asal Tiongkok, seperti CNCEC, CCESCC, Huayi, Wanhua, dan ECEC. Dari seluruh kandidat, hanya ECEC yang telah menyatakan minat menjadi mitra potensial, meski belum dalam skema investasi penuh.
Inovasi Grafit Sintetis untuk Ekosistem Baterai Nasional
Selain proyek energi, PTBA juga menggarap inovasi grafit sintetis sebagai bahan baku utama anoda baterai kendaraan listrik. Proyek ini merupakan langkah penting dalam mendukung ekosistem kendaraan listrik nasional dan transisi menuju energi bersih.
Bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PTBA tengah memfinalisasi desain teknik dasar untuk fasilitas pilot plan yang akan dibangun di Tanjung Enim. Nilai investasi proyek ini mencapai Rp287,39 miliar, dengan target penyelesaian tahap desain pada akhir tahun dan pembangunan fasilitas pada 2026.
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, menjelaskan bahwa grafit sintetis akan dihasilkan dari proses konversi batu bara menjadi coalite, kemudian diolah menjadi grafit dan dibentuk menjadi lembaran anoda.
Komponen ini akan menyumbang sekitar 22% dari total bahan pembentuk baterai litium, menjadikannya bagian penting dari rantai pasok kendaraan listrik.
Proyek ini membuktikan bahwa batu bara tidak hanya berfungsi sebagai sumber energi primer, tetapi juga dapat menjadi bahan baku industri teknologi tinggi. Dengan rencana konstruksi pilot plant pada 2027–2028 dan uji komisioning pada 2029, PTBA optimistis bahwa hilirisasi batu bara akan menjadi tonggak baru dalam sejarah energi Indonesia.