JAKARTA - Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor atau Ferry menyatakan kesiapannya untuk mengkaji usulan agar dana cukai rokok dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan asuransi bagi pekerja di industri rokok.
Menurutnya, wacana tersebut muncul dari forum diskusi publik yang menyoroti perlindungan sosial bagi buruh pabrik rokok.
Ferry menjelaskan bahwa saat ini pekerja industri rokok hanya memperoleh perlindungan dari program asuransi yang disiapkan oleh perusahaan masing-masing. Dengan adanya usulan ini, pemerintah akan meninjau regulasi yang memungkinkan dana cukai berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan tenaga kerja di sektor tersebut.
Ia menegaskan, langkah ini masih dalam tahap kajian awal dan membutuhkan sinergi dengan berbagai pihak agar bisa diimplementasikan tanpa menimbulkan beban baru bagi pengusaha maupun pemerintah.
Kolaborasi Antarinstansi Jadi Kunci Kajian Kebijakan Baru
Afriansyah Noor menegaskan bahwa pembahasan terkait usulan pemanfaatan cukai rokok untuk jaminan sosial pekerja tidak dapat dilakukan sepihak. Pemerintah, menurutnya, perlu duduk bersama dengan Kementerian Keuangan dan BPJS Ketenagakerjaan agar kebijakan yang dihasilkan bisa berjalan efektif.
Ia menambahkan, koordinasi lintas lembaga menjadi hal penting agar pemanfaatan dana cukai tidak menyalahi peraturan yang berlaku. Pemerintah juga perlu memastikan transparansi dalam pengelolaan dana yang dialokasikan.
Ferry optimistis bahwa sinergi antarinstansi dapat membuka peluang baru dalam memperkuat jaminan sosial tanpa membebani keuangan perusahaan maupun fiskal negara.
Tidak Membebani Pemerintah dan Pengusaha
Wamenaker menilai usulan ini sangat positif karena bisa memberikan manfaat langsung kepada pekerja tanpa menambah beban kepada pengusaha atau pemerintah.
Menurutnya, pemanfaatan sebagian dana cukai untuk perlindungan sosial merupakan bentuk inovasi kebijakan yang berkeadilan.
Ia menilai, kebijakan tersebut dapat memperkuat rasa aman bagi para pekerja di sektor industri hasil tembakau yang selama ini memiliki risiko kesehatan dan sosial tinggi.
Ferry menambahkan, skema ini dapat menjadi contoh kolaborasi kebijakan fiskal dan ketenagakerjaan yang mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat pekerja.
Kontribusi Besar Industri Hasil Tembakau
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menegaskan bahwa industri hasil tembakau memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Tahun 2024, Cukai Hasil Tembakau (CHT) tercatat mencapai Rp216,9 triliun dan menjadi salah satu penopang penerimaan negara terbesar.
Selain berkontribusi pada pendapatan negara, sektor ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, perajang, buruh pabrik, pedagang, hingga eksportir.
Faisol menilai, keberlangsungan ekosistem industri hasil tembakau harus dijaga karena menjadi sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat di berbagai daerah.
Keseimbangan antara Penerimaan dan Dampak Kesehatan
Faisol Riza mengingatkan bahwa meskipun industri hasil tembakau berperan penting dalam ekonomi, produk yang dihasilkan tetap memiliki dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan yang seimbang antara kepentingan fiskal dan upaya menjaga kesehatan publik.
Pemerintah, kata Faisol, harus memastikan bahwa kenaikan cukai maupun kebijakan pengendalian konsumsi rokok tetap mempertimbangkan keberlangsungan industri yang patuh terhadap aturan.
Ia menegaskan perlunya pendekatan holistik agar kebijakan fiskal dan non-fiskal dapat berjalan beriringan tanpa menimbulkan gejolak sosial maupun ekonomi.
Kenaikan Tarif Cukai dan Tantangan Rokok Ilegal
Sejak tahun 2020 hingga 2024, tarif cukai hasil tembakau terus meningkat masing-masing sebesar 23%, 12,5%, 12%, 10%, dan 10%. Kenaikan ini turut mendorong penyesuaian harga jual eceran di pasaran.
Namun, di sisi lain, peningkatan tarif cukai tersebut berdampak pada maraknya peredaran rokok ilegal yang tidak membayar cukai resmi dan merugikan industri yang taat aturan.
Faisol mengingatkan bahwa penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal harus diperkuat agar tidak menurunkan daya saing industri tembakau legal yang selama ini menjadi kontributor penting bagi penerimaan negara.